KERJASAMA BILATERAL
Kerjasama Indonesia – Australia
Dari hasil kerjasama dengan Australia ini telah dicapai
kesepakatan dan beberapa kerjasama yang cukup menguntungkan kedua belah pihak
terutama di sector peternakan.
Kerjasama bilateral Indonesia - Australia di bidang Pertanian
khususnya sector peternakan telah berlangsung dalam waktu yang lama. Australia
telah membantu Indonesia lebih dari 20 tahun untuk memberantas Penyakit Mulut
dan Kuku (PMK), dan kini Indonesia termasuk negara yang bebas PMK dan diakui
secara internasional. Australia juga telah membantu Indonesia membangun Balai
Penelitian Peternakan di Ciawi - Bogor.
Kerjasama di bidang pertanian antara Indonesia dan Australia
diwadahi dalam suatu Working Group yaitu WGAFC. Pada pelaksanaan Sidang
WGAFC XI di Melbourne, Ketua WGAFC Australia dipimpin Dr. Paul Morris, Executive Manager of Market Access and Biosecurity-AFFA, sedangkan Ketua WGAFC XI Indonesia
adalah Dr. Delima Hasri Azahari. Struktur organisasi WGAFC terdiri dari 4 Task Force yaitu (1) Task Force on Crops and Plant
Products, (2) Task Force on Agribusiness and Support System, (3) Task
Force on Livestock and Animal Products, (4) Quarantine Consultation.
Beberapa kesepakatan dalam pertemuan
WGAFC XI tanggal 3 – 5 Maret 2005 di Melbourne tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Investment opportunities in Indonesian Food and
Agriculture Sector
Bayiss Associates Pty Ltd telah melakukan analisis dan menyampaikan informasi bahwa beberapa
sektor yang berpeluang dan perlu dilihat serta dipertimbangkan oleh
pengusaha-pengusaha Australia diantaranya dalam: pengolahan keju, pengolahan
sapi, pengembangan usaha roti, pengolahan dan pengepakan.
2. Post Tsunami Reconstruction
Australia melalui ACIAR (Dr. John
Skerritt) menginformasikan bahwa pemerintah Australia telah memberikan bantuan
kemanusiaan diantaranya : kesehatan dan sanitasi air; koordinasi dan jasa
pendukung; produk-produk makanan berkisar $ 33 juta. Hal ini ditegaskan
pula dalam pernyataan Perdana Menteri Howard, bantuan Australia sebesar $
1 milyar melalui Australia Indonesia Partnership for Reconstruction and Development (AIPRD). Bantuan yang diberikan berupa hibah sebesar $ 500
juta dan loan jangka panjang sebesar $ 500 juta. Fokus bantuan dalam proyek
pengembangan ekonomi dan sosial .
3. Task Force on Crops and Plant Products:
1. Proyek yang disepakati diantaranya
adalah : the Efficiency of the Indonesian Vegetable Supply Chain (pihak Indonesia mengharapkan pendanaan dapat diarahkan kepada
ACIAR, sementara pihak Australia masih melihat kemungkinannya dari
Victorian Government, ACIAR atau DAFF); Revitalisation of the potato seed
project (sumber pendanaan dari pemerintah Western Australia); New project proposal for the cotton, mango, sugar and cashew nut
industries (akan didiskusikan lebih lanjut oleh kedua belah pihak melalui
Ketua Task Force masing-masing).
2. A Fresh project proposal on a
horticultural centre of information (akan diperbaiki dan dikomunikasikan
lebih lanjut oleh ketua TF masing-masing).
4. Task Force on Agribusiness Support
System:
Sebagai follow-up dari kesepakatan
Joint Meeting WGTII dan WGAFC telah dilakukan survey dan penelitian oleh Bayiss
Associates Pty Ltd Investment Opportunities in the Indonesian Food and Agriculture
Sectordirencanakan akan dipublikasikan, namun dalam pertemuan Task Force
ini telah dibahas dan diputuskan untuk lebih disempurnakan oleh DAFF dan akan
dikomunikasikan antara Ketua Task Force masing-masing.
5. Task Force on Livestock and Animal Products
·
Disepakati pula untuk mengkomunikasikan lebih lanjut dalam setahun
ini dalam melaksanakan: pelatihan bagi pegawai pemerintahan Indonesia dalam
bidang management and business planning; joint investasi dalam industri
penyamakan kulit di Indonesia, peluang investasi dalam industri susu di
Indonesia, realisasi dari peluang ekspor pakan ternak ke Australia dan
kerjasama dengan Universitas Murdoch.
·
Isu pihak Indonesia tentang memberikan batasan berat sapi hidup
yang akan diekspor ke Indonesia guna melindungi para peternak lokal, pihak
Australia perlu klarifikasi lebih lanjut.
6. Quarantine Consultation
1. Australia akan menyediakan overview
untuk kegiatan-kegiatan dari capacity building, termasuk SPS Capacity Building
Program dan PRA workshops yang ditanggung DAFF. Pihak Indonesia sangat
mendukung pelaksanaan whokshop dimaksud dan akan lebih bagus lagi PRA seminar
akan dilaksanakan di Jakarta.
2. Isu-isu yang diangkat dalam pertemuan
Tripartite (Indonesia – Australia – PNG) dan Bilateral (Indonesia – Australia)
bidang Perkarantinaan dan Kesehatan Hewan dan Tumbuhan, Pebruari 2005 di
Canberra – Australia
3. Pembatasan usia ekspor sapi hidup ke
Indonesia, pihak Indonesia mengusulkan sebaiknya mengadakan komunikasi yang
intensif dengan institusi terkait dalam hal ini Ditjen Peternakan.
4. Penyelundupan Daging, disepakati kedua
belah pihak bahwa untuk menanggulangi penyelundupan daging ke Indonesia ini
perlu lebih meningkatkan kerjasama melalui tukar menukar informasi dalam
pengiriman daging termasuk pengapalannya.
5. Kegiatan survey-survey pest and
disease, selama ini dilakukan oleh Northern Australia Quarantine Strategy
(NAQS) dari pihak Australia termasuk dalam penanganan Avian Influenza
(Flu Burung), pihak Indonesia mengusulkan agar kegiatan tersebut juga mencakup
penyakit mulut dan kuku di batas-batas wilayah.
6. Operasi Perbatasan, disepakati antara
pihak Indonesia, Australia, Papua New Guinea dan Timor Leste untuk mendirikan
Joint Study Team untuk meneliti infrastruktur dan fasilitas karantina yang
diperlukan di perbatasan Timor Leste dan Papua New Guinea.
7. ISPM 15 (Pengemasan kayu), Indonesia
telah memulai mengimplementasikan ISPM 15 (pengemasan kayu) dan berusaha
menambah jumlah perusahaan yang memenuhi syarat/berakreditasi dalam hal ini,
sedangkan Australia memberikan pandangannya mengenai hal-hal yang berkenaan
dengan pengemasan kayu.
8. Bencana Tsunami telah menghancurkan
sejumlah fasilitas karantina dan laboratorium, pihak Indonesia mengusulkan
adanya bantuan pihak Australia pada area bencana merupakan bagian dari usaha
untuk pembangunan kembali NAD dan Sumut.
9. Pertemuan ASEAN untuk Fruit Flies, Indonesia mengharapkan konfirmasi perkembangan lebih lanjut
terkait dengan fruit flies project. Pihak Australia bersedia akan memberikan
informasi project dimaksud.
C.2. Indonesia – Suriname
Pada bulan Juli 1991 telah berkunjung rombongan Menteri
Sosial, Tenaga Kerja dan Perumahan Rakyat Suriname kepada Menteri Pertanian RI,
pokok pembicaraan mengenai kemungkinan diadakan kerjasama 2 negara di bidang
pertanian. Pada kesempatan tersebut Bapak Menteri Pertanian RI memberikan bibit
bawang putih varietas Tawang Mangu Baru dan bawang merah varietas Bima Tegal
dengan berat masing-masing 5,5 kg untuk dicoba di Suriname.
Pada bulan Juni 1993 telah berkunjung tim inventarisasi
industri kelapa sawit dan gula Indonesia ke Suriname dan merekomendasikan
hal-hal sebagai berikut:
- Untuk
industri kelapa sawit Pemerintah Indonesia dapat membantu Pemerintah
Suriname dengan mengirimkan 1 (satu) orang tenaga ahli agronomi dan 1
(satu) orang tenaga ahli di bidang teknik pengolahan kelapa sawit dari
swasta selama 6-12 bulan.
- Di
bidang industri gula, PT Barata Indonesia telah bersedia mengirimkan
tenaga ahlinya untuk merehabilitasi pabrik gula di Suriname.
- Pemerintah RI mengundang teknisi
Suriname di bidang industri gula dan kelapa sawit untuk mengikuti program
magang selama 1-2 bulan di PT Perkebunan terkait.
- Untuk
pelaksanaan kerjasama tersebut Pemerintah RI bersedia menyediakan tenaga
ahlinya, sedangkan pendanaannya disarankan untuk mencari pinjaman lunak
dari negara donor misalnya anggota MEE dan Lembaga Keuangan Internasional
(Bank Dunia, dll).
Pada bulan Mei 1994 rombongan Presiden Suriname telah
melakukan kunjungan ke Indonesia. Pihak Suriname berkeinginan untuk mengimpor
CPO (Crude Palm Oil) sebanyak 4000-6000 ton per tahun dari Indonesia dan
membeli teh (raw material) untuk diolah di Suriname. Pada bulan Juli 1944
sebagai tindak lanjut kunjungan Presiden Suriname ke Indonesia, rombongan
pengusaha Indonesia telah berkunjung ke Suriname dalam rangka mengadakan
orientasi/penjajakan kemungkinan mengadakan investasi dan kerjasama perdagangan
dengan mitra dagang Suriname di bidang sumberdaya hutan, kelapa sawit, industri
alat berat pertanian, dll. Pada bulan September 1997 Deptan memberikan
informasi bahwa belum dipenuhinya permintaan bantuan kepada Suriname oleh pihak
Indonesia disebabkan karena belum adanya kejelasan mengenai pembiayaan serta
bentuk kerjasama yang diinginkan.
Kerjasama KTNB, sejak 1982/1983-1994/1995, Pemerintah
Suriname telah memanfaatkan program KTNB Indonesia dengan mengirim 41 orang
peserta untuk mengikuti berbagai program sesuai dengan kebutuhannya (bidang
pertanian, penerangan dan hubungan masyarakat, pertambangan dan energi,
pekerjaan umum, social, perdagangan dan perindustrian). Tahun 1996
Pemerintah Suriname mengirim 4 orang petani untuk mengikuti program KTNB di
bidang pertanian di daerah Jawa Barat. Pada tanggal 10 Desember
1999 melalui surat dari KBRI di Suriname, Pemerintah Suriname meminta supaya
dipertimbangkan untuk diikutsertakan dalam program magang petani Deptan dan
program-program KTNB dan bidang lain. Program pelatihan yang dapat
ditawarkan kepada Pemerintah Suriname adalah: (1). Rice Production Technique Course. (2). Workshop Production
Agriculture Extension Methodology.
Pada tanggal 15 Oktober 1997 telah ditandatangani MOU RI –
Suriname di bidang pertanian di Jakarta. Pada bulan Maret 1998 Dubes RI
untuk Suriname dan Dubes Suriname untuk Indonesia telah mengadakan pertemuan
guna menindaklanjuti MoU RI-Suriname di bidang kerjasama pertanian yang
ditandatangani di Jakarta tanggal 15 Oktober 1997. Beberapa pokok
pembicaraan adalah sebagai berikut :
1.
Guna merehabilitasi perkebunan kelapa sawit seluas 500 ha yang
aktivitasnya terhenti sejak beberapa tahun lalu, Pemerintah Suriname
membutuhkan tenaga ahli di bidang kelapa sawit,
2.
Sebuah pabrik minyak kelapa sawit yang mengolah kopra di Distrik
Coronie membutuhkan tenaga ahli di bidang pemrosesan kopra,
3.
Patomaca, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit seluas 2000 km
yang sedang melakukan rehabilitasi kebunnya sejak 1992, membutuhkan tenaga ahli
di bidang pemrosesan FFB (Fresh Fruit Bunches).
Tanggal 28 April-2 Mei 1999 KBRI Paramaribo telah turut
serta dalam Pameran Pertanian “Agro 99”. KBRI merupakan satu-satunya perwakilan
asing di Suriname yang mengikuti pameran tersebut. KBRI menampilkan buku-buku
dan brosur-brosur yang berisi informasi mengenai pertanian seperti jamu, saos,
kecap, bahan kosmetik, bumbu masak, rokok kretek, contoh kayu, dll.
Pada tanggal 22 April 2003 melalui KBRI di Suriname,
Pemerintah Suriname mengharapkan bantuan Indonesia dalam hal:
a. Program pendidikan dan pelatihan untuk
para petani padi serta pertukaran ahli
b. Pengembangan buah-buahan (exotic
fruits) seperti rambutan, durian, mangga, duku, manggis, dll.
c. Bantuan tenaga ahli untuk merintis budi
daya perikanan air tawar di kawasan Marienburg.
Hasil Sidang I Komisi Bersama RI-Suriname di Paramaribo tahun
2003:
1. Mengharapkan agar beberapa sub - sektor
pertanian dapat dijadikan bidang kerjasama kedua negara dalam waktu dekat, juga
perlunya kerjasama di bidang riset dan pengembangan beberapa komoditi seperti
sektor padi, buah-buahan, pertanian organic, aquaculture, program pelatihan
untuk petani padi, penelitian tanaman padi, pertukaran teknologi dan informasi
di bidang tersebut. pengembangan buah-buahan (exotic fruits)
2. Delegasi Suriname juga mengharapkan
agar MOU mengenai kerjasama di bidang pertanian yang akan berakhir pada tahun
2004 dapat diperpanjang untuk lima tahun lagi.
3. Pihak Suriname mengharapkan agar dapat
lebih dikembangkan kerjasama teknik antara kedua negara termasuk kemungkinan
Suriname kembali dimasukkan dalam program TCDC Indonesia. Pihak Suriname sangat
mengharapkan pelaksanaan program kerjasama teknik tersebut dan telah
mengusulkan program-program pelatihan antara lain di bidang pertanian,
perikanan, mekanik, otomotif, kesehatan, pertambangan, program pelatihan dalam
rangka pemberdayaan peran perempuan dan lain-lain. Indonesia pada dasarnya
menyambut baik berbagai usulan program kerjasama tersebut dan hal ini akan
dibahas lebih lanjut dengan instansi-instansi terkait di Indonesia.
Sidang II Komisi Bersama Indonesia – Suriname diselenggarakan
tanggal 22 November 2004 di Yogyakarta dengan hasil kesepakatan sebagai berikut
:
a.
Perlunya memperpanjang kesepakatan yang telah dituangkan oleh
kedua belah pihak dalam Memorandum of Understanding (MOU) yang akan berakhir
tahun 2004 serta dipertimbangkan untuk memisahkan sektor perikanan dalam MOU
tersendiri.
b.
Pihak Suriname mengharapkan bantuan teknik berupa tenaga ahli
Indonesia khususnya untuk komoditi beras dan rambutan dengan dilengkapi
proposal untuk kedua komoditi tersebut. Pihak Suriname akan menanggung
seluruh biaya akomodasi dan konsumsi selama tenaga ahli dimaksud bertugas di
Suriname, sedangkan biaya ticket internasional (Jakarta – Paramaribo pp)
diharapkan dapat dibiayai oleh Pemerintah RI. Dalam sidang disepakati
akan dijajaki kemungkinan bantuan pembiayaan dari negara/lembaga donor untuk
pelaksanaan kegiatan kerjasama kedua negara.
C.3. Indonesia – Gambia
Dalam rangka
kerjasama Selatan-selatan, Indonesia sejak dinyatakan sebagai negara
yang berhasil dalam berswasembada pangan pada awal tahun 1982, telah memberikan
bantuan pertanian kepada 28 negara yang sedang berkembang diantaranya 15 negara
di Afrika termasuk Gambia untuk membantu meningkatkan sektor pertanian rakyat
antara lain dengan mengirim para petani dan pejabat negara-negara Afrika
tersebut untuk dilatih di Indonesia.
Pada tahun 1996, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan FAO
membangun 2 pusat pelatihan pertanian (Agriculture Rural Farmers Training
Centre /ARFTC), masing-masing di Jenoi, Gambia untuk wilayah Afrika Barat
dan di Tanzania untuk wilayah Afrika Timur. ARFTC Jenoi, Gambia yang
dioperasikan sejak tahun 1998 telah melatih sebanyak lebih dari 1500 petani
Gambia dan diantaranya sekitar 60 orang petani dari 6 negara Afrika Barat
(Senegal, Mali, Niger, Sierra Leone, Guinea Bissau, Guinea Conakry).
Bantuan Pemerintah Indonesia kepada Gambia tersebut seluruhnya mencapai US$ 1,
4 juta yang direalisasikan dalam beberapa tahap sejak tahun 1996 dan bantuan
tersebut berakhir bulan Desember 2003. Pada Bulan September 2003
Tim Evaluasi Pertanian dari Indonesia telah mengunjungi kedua pusat pelatihan
ARFTC di Jenoi Gambia dan di Dar Es Salaam Tanzania dan hasilnya ARFTC Jenoi
Gambia dinyatakan sebagai Pusat Pelatihan Pertanian yang terbaik. Pusat
Pelatihan ARFTC dinilai sangat bermanfaat dan para petani yang telah dilatih di
Pusat tersebut telah mengembangkan dan menerapkan pengetahuannya di lapangan
dan hasilnya menunjukkan produksi pertanian mereka meningkat 2 sampai 3 kali
lipat dari sebelumnya.
Menteri Pertanian RI telah memutuskan memberikan bantuan berupa 4
unit Hand tractors (power tiller), 400 buah cangkul dan 400 buah sabit. Bantuan
ini dianggarkan dalam DIP TA 2004 dan telah disampaikan kepada Gambia pada
tahun 2004 dengan bantuan transportasinya berasal dari FAO.
C.4. Indonesia – Tanzania
Tanzania telah aktif turut serta dalam program
KTNB yang diselenggarakan Indonesia sejak tahun 1982. Sampai dengan program
tahun 1995/1996 sudah tercatat 177 warga negara Tanzania yang mengikuti program
KTNB. Program magang bagi petani Tanzania sejak tahun 1990 - 1998
sebanyak 4 angkatan (28 orang petani dan 5 penyuluh peranian) ; Program
pelatihan bagi pejabat pertanian Tanzania pada tahun 1995 sebanyak 2 orang (1
orang untuk Program Field Workshop on Agriculture Extension dan 1 orang untuk Rice Production Technique Course).
Departemen Pertanian RI telah melaksanakan beberapa kerjasama
teknik di bidang pertanian diantaranya adalah program magang bagi petani
Tanzania, Program pelatihan bagi pejabat pertanian Tanzania, mendirikan Pusat
Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) atau Farmers Agriculture and Rural Training
Center (FARTC), serta pengiriman tenaga ahli pertanian Indonesia ke
Tanzania. Pendirian FARTC di desa Mkido-Morogoro-Tanzania merupakan kerjasama
Pemerintah RI dengan Pemerintah Jepang serta FAO Representative di Dar Es
Salaam yang bertujuan untuk memfasilitasi para petani Alumni Program Magang di
Indonesia sehingga diharapkan dapat memberikan/ menyebarluaskan pengalaman yang
diperoleh selama mengikuti program magang di Indonesia.
Bangunan FARTC (gedung serba guna), pengadaan kendaraan dan
motor serta sarana diklat dan bantuan pompa air senilai US$ 155,000 merupakan
sumbangan dari masyarakat petani Indonesia dimana penyalurannya dilakukan melalui
dana abadi petani Indonesia yang disimpan oleh FAO Roma. Pembangunan
FARTC merupakan inisiatif Indonesia sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan
produksi pangan di Tanzania melalui pertanian. Dengan bantuan ini telah
menunjukkan hasil yang cukup berarti yaitu hasil gabah telah meningkat dari
sebelumnya 3,8 ton/ha menjadi 6 ton/ha.
Pengiriman Tenaga Ahli :
a.
Tahun 1995 telah dikirimkan 3 orang Tim Tenaga Ahli Indonesia ke
Tanzania yang terdiri dari 1 (satu) orang peneliti, 1 (satu) orang penyuluh, dan
1 (satu) orang petani.
b.
Tahun 1998 telah dikirimkan 3 orang tim teknis (1 orang petani, 1
orang Teknisi Mekanisasi, dan 1 orang penyuluh) ke Zanzibar dan 2 orang Tim
teknis (Penyuluh Pertanian Senior / PPS) ke Tanzania. Pengiriman ke Zanzibar
bertujuan untuk membantu petani Zanzibar dengan melakukan Dem-farm padi di desa
Cheju, Zanzibar. Sedangkan yang ke Tanzania bertujuan untuk membantu
kegiatan Agricultural Training Centre di FATRC di Desa Mkindo-Morogoro, Tanzania dengan bantuan dana dari TCP-FAO
Roma.
c.
Tenaga ahli Indonesia ke KATC (Kalimanjaro Agricultural
Training Centre) dalam proyek pelatihan dan pemanfaatan hewan (kerbau) di
lahan pertanian.Kerjasama ini dilaksanakan dengan konsep Tripartite Financing Management dan Triangle Co-operation. Pengiriman pertama adalah seorang expert dari petani
pada bulan Oktober - Desember 1997, sedangkan pada tahap berikutnya adalah 2
orang tenaga ahli pertanian pada bulan Februari–April 1999.
Selain dari pengiriman tenaga ahli, pemerintah Indonesia
juga telah memberikan bantuan peralatan mesin pertanian berupa hand tractor sebanyak 2 (dua) buah yang merupakan realisasi kerjasama
bilateral kedua negara di bidang pertanian lainnya.
C.5. Indonesia – Madagaskar
Kerjasama dengan Pemerintah Madagaskar di bidang petanian
belum terlaksana secara kontinyu, tetapi berdasarkan permintaan Pemerintah
Madagaskar Pemerintah Indonesia telah 2 kali mengirimkan tenaga ahli Pertanian
melalui Pola kerjasama Tripartit Indonesia – Jepang (JICA) – Madagaskar. Tahun
2002 – 2003 2 (dua) orang tenaga ahli pertanian dan tahun 2004 – 2005 2 (dua)
orang tenaga ahli pertanian Indonesia yaitu di bidang Rice Cultivation dan Agriculture Machinary yang ditempatkan di daerah Ambatondrazaka.
Madagaskar sangat membutuhkan bantuan Indonesia terutama di
bidang pertanian dan mengharapkan keahlian dan kemajuan pertanian di Indonesia
dapat ditransfer ke Madagaskar, Madagaskar juga mengharapkan Indonesia
untuk dapat mempertimbangkan kembali membeli cengkeh Madagaskar dan
Madagaskar akan menawarkan harga khusus.
C.6. Indonesia – Fiji
Pemerintah Fiji mengharapkan bantuan dari Pemerintah
Indonesia untuk bidang pertanian. Permintaan bantuan pertanian diajukan oleh PM
Fiji, Laisenia Qarase kepada Presiden RI dalam pertemuan di KTT Johannesburg
tahun 2002. Kunjungan Tim Deptan untuk persiapan pemberian bantuan
sudah dilaksanakan pada tanggal 21 – 22 Desember 2003 di wilayah Dreketi Fiji
Utara, kunjungan ini untuk meninjau kondisi fisik lahan pertanian, sarana
pengairan, benih padi, jenis pupuk, dan sarana yang digunakan, serta pusat
pelatihan yang akan digunakan untuk proyek percontohan dimaksud.
Pada tanggal 27 – 29 April 2004 Menteri Pertanian mengadakan
kunjungan ke Fiji dalam rangka mewakili Presiden RI untuk menyerahkan bantuan
kepada Pemerintah Fiji untuk memperkuat hubungan bilateral kedua negara.
Pada tanggal 28 April 2004, bantuan tersebut telah diserahkan berupa 10
(sepuluh) traktor tangan dan penempatan tiga penyuluh pertanian. Penyerahan
bantuan ini ditandai dengan penandatanganan nota penyerahan bantuan yang
dilakukan oleh Dubes RI untuk Fiji, Albert Matondang dan Sekjen Kementrian
Pertanian Fiji, Luke Ratuvuki. Bantuan diserahkan secara langsung oleh
Menteri Pertanian RI, Dr. Bungaran Saragih kepada wakil Pemerintah Fiji, Mr.
Luke Ratuvuki. Bantuan ini merupakan wujud kerjasama Selatan-Selatan
Indonesia, yang sebelumnya banyak dilakukan dengan negara-negara di
Afrika. Selain itu juga menyadari bahwa Indonesia adalah bagian dari
kawasan Pasifik, maka Indonesia ingin meningkatkan kerjasama dengan
negara-negara di kawasan ini dan Fiji menjadi negara pertama penerima bantuan,
dan akan disusul dengan negara-negara Pasifik lainnya.
Pada kunjungan kerja ini juga dilakukan pertemuan dengan
Menteri Petanian Fiji Mr Jonetani Galuinadi dan jajarannya, serta Menteri Luar
Negeri dan Perdagangan Luar Negeri Mr. Kaliopate Tavola. Pembicaraan
diarahkan pada berbagai peluang yang dapat dikembangkan sebagai sesama negara
kepulauan dan tropis serta berkembang yang memiliki kesamaan masalah dan
peluang yang dapat saling menguatkan atau komplementer. Peluang
perdagangan dan investasi di bidang pertanian antara lain terbuka kemungkinan
pemasaran gula dari Fiji ke Indonesia, sementara dari Indonesia berpeluang
meningkatkan ekspor produk olahan makanan, peralatan rumah tangga, minyak
kelapa sawit, mesin pertanian, perkapalan, serta kendaraan rakitan Toyota
kijang. Selain itu juga dibicarakan kemungkinan membuka jalur penerbangan
langsung Denpasar – Nadi untuk meningkatkan arus perdagangan dan pariwisata
antar kedua negara.
Menteri Pertanian RI juga mengusulkan perlunya mempererat
kerjasama dalam memperjuangkan kepentingan negara berkembang di forum WTO
khususnya menyangkut Strategic Special Product di bidang pertanian, yang memerlukan perlakuan tersendiri demi
mengamankan kepentingan negara berkembang. Menlu Tavola mendukung penuh
saran tersebut dan akan memerintahkan Duta Besar Fiji di Jenewa untuk
menggalang kerjasama dengan Watapri di Jenewa. Selain itu Menlu Tavola
mengulangi arti pentingnya Indonesia di dalam mensukseskan kebijakan menoleh ke
Utara, dan karena itu menyambut hangat pembukaan KBRI di Suva. Sebagai
imbalannya Fiji sudah mengajukan pencalonan Dubes Fiji untuk Jakarta
berkedudukan di Kuala Lumpur yang merupakan langkah pertama karena Fiji
bermaksud membuka perwakilannya di Jakarta di masa mendatang.
Peluang kerjasama di bidang pertanian disepakati untuk
mengkaji peningkatan kapasitas, penelitian dan alih teknologi, pengelolaan
daerah aliran sungai dan system irigasi serta kerjasama di bidang karantina
pertanian. Secara khusus Menteri Pertanian Fiji menyampaikan harapan
untuk mendapatkan penambahan pelatihan pertanian bagi pejabat Fiji di
Indonesia.
Tanggal 22 Oktober 2004, bertempat di Training Center
Pertanian Dreketi – Fiji telah dilakukan acara penutupan pelatihan
pertanian yang dilaksanakan selama 3 bulan oleh para tenaga ahli (peneliti dan
penyuluh) asal Indonesia dengan hasil yang sangat memuaskan. Acara penutupan
ini mendapat sambutan yang sangat luas dari masyarakat setempat dan diliput
oleh media cetak dan elektronik nasional, juga dilakukan kunjungan lapangan ke
area percontohan tanam. Menteri Pertanian Fiji terkejut ketika melihat begitu
banyaknya bulir-bulir padi yang dihasilkan pada setiap batangnya padahal bibit
yang digunakan adalah bibit varietas lokal karena bibit asal Indonesia masih
dalam karantina. Pada kesempatan tersebut juga diberitahukan bahwa para petani
juga diajarkan sistem tanam baru yang dikenal di Indonesia sebagai sistem
Legowo.
Pada tanggal 29 Desember 2004 – 1 Januari 2005 Kepala Badan
Pengembangan SDM Pertanian, DR. Soedijanto Padmowihardjo telah melakukan
kunjungan ke Fiji dengan hasil antara lain sbb:
(1) Hasil
pelatihan Expert dari Indonesia di Fiji untuk budidaya padi sangat memberikan
manfaat dan sudah berhasil meningkatkan produksi sebanyak 30 % dengan benih
local Fiji (semula 3 ton/ha menjadi 3,9 ton/ha dengan menggunakan Sistem Legowo). Sedangkan benih unggul asal Indonesia (Varietas IR64,
Situ Bagendit dan Ciherang) yang ditanam mampu menghasilkan minimal dua kali
lipat dari benih local. Untuk itu Pemerintah Fiji mengharapkan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani melalui penggunaan benih unggul asal
Indonesia dan juga penggunaan alat-alat pertanian seperti yang telah diberikan
oleh Pemerintah Indonesia.
(2) Pihak
Fiji (petani, petugas, pengusaha, pejabat) mengharapkan kerjasama ini
diteruskan dan cakupannya diperluas yaitu bukan hanya untuk tanaman padi tetapi
untuk tanaman sayuran, palawija, buah-buahan, obat-obatan. Tidak hanya
menyangkut masalah agronomi, tetapi juga masalah pengolahan makanan, teknologi
pasca panen, irigasi, pengendalian hama dan penyakit, teknologi informasi dan
komunikasi, mekanisasi, small mobile rice milling unit, dan karantina. Kerjasama ini
memerlukan adanya dukungan fihak ketiga yang mau menyediakan dana, sehingga
terjadi kerjasama trilateral, misalnya dari JICA, FAO, atau AUSAID.
(3) Alat-alat
pertanian (traktor tangan dan sabit) yang telah disumbangkan Pemerintah RI
kepada petani Fiji sangat berguna dan membantu petani setempat. Para
petani Fiji telah menyampaikan minatnya untuk membeli secara komersial traktor
tangan Quick G-1000 dan juga alat pemanen padi (reapers).
(4) Pemerintah Fiji mengusulkan untuk
membentuk Bilateral Quarantine Agreement (BQA) agar di masa mendatang kedua negara dapat saling
memperdagangkan/menukar produk pertanian, ternak dan turunannya. Standar
karantina yang digunakan di Fiji adalah standar karantina model Australia.
(5) Dalam kunjungan Menteri Pertanian, Gula dan Land
Resettlement Fiji ke Indonesia tentative agenda diusulkan sebagai berikut
:
·
Menandatangani MOU follow up kerjasama (setingkat Menteri)
·
Menandatangani BQA (by letter Quarantine Agreement) : setingkat Direktur Jenderal
·
Menyusun JAC (Joint Agriculture Cooperation) : setingkat
Dirjen atau Direktur. Bidang yang diminati adalah : Irrigasi, Agronomi
(padi, hortikultura, secondary crops, spice crops seperti vanili, jahe, lada
hitam), alat dan mesin pertanian, teknologi pasca panen, teknologi pangan dan
ICT (information Communication Technology).
Bantuan Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Fiji
tahun 2004 membuka peluang untuk menjual produk pertanian Indonesia ke Fiji di
masa mendatang.
Pada tanggal 10 Pebruari 2005 telah dilakukan pertemuan
segitiga antara Kementerian Pertanian Fiji (dipimpin langsung oleh Menteri
Pertanian Fiji, Mr. Ilaitia Bulidiri Tuisese), Kepala JICA (Mr. Ikeshiro
Tadashi), dan Dubes RI untuk Fiji serta Sekretaris III Bidang Ekonomi KBRI
Suva. Dalam pertemuan ini dilakukan pembicaraan tahap awal mengenai gagasan
agar JICA dapat menjadi penyandang dana program pelatihan pertanian yang akan
diberikan oleh para ahli Indonesia karena sejak ditutupnya pelatihan pertanian
di Fiji, banyak para petani setempat yang berharap akan kelanjutan dari proyek
ini.
Pada tanggal 1 – 7 Mei 2005 Menteri Pertanian, Gula,
dan Pertanahan Fiji, HE Mr. Ilaitia Bulidiri Tuisese mengadakan kunjungan kerja
ke Indonesia disertai dua pejabat yaitu : Mr. Luke V. Ratuvuki (Chief
Executive Officer for Agriculture, Sugar, and Land Resettlement) dan Mr.
Viliame Gucake (Acting Principal Economic Planning Officer) Acara dengan Menteri Pertanian RI
pada tgl. 2 Mei 2005 di Deptan :
·
Courtesy Call dilanjutkan
Pertemuan Bilateral.
·
Presentasi Kerjasama Trilateral
(RI-Fiji-Jepang/JICA) oleh Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian.
·
Presentasi Kerjasama Perkarantinaan oleh pihak Fiji.
·
Presentasi mengenai Sugar Export
Mechanism oleh Ketua DGI
·
Penandatanganan MOU Kerjasama Pertanian
oleh kedua Menteri.
·
Speech oleh Menteri
Pertanian RI dan Return Speech oleh Menteri Pertanian Fiji.
Tanggal 3 – 7 Mei 2005
dilanjutkan dengan mengunjungi Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali, untuk meninjau
sentra kerajinan tangan berbahan kayu, perusahaan alsintan dan subak. Selama berada di Indonesia, Tamu didampingi oleh Pejabat
Eselon II dari Ditjen BSP dan Badan SDM Pertanian.
Pada bulan Agustus 2005 ada informasi bahwa tanaman padi di
Dreketi terserang jamur dan media massa menyatakan bahwa jamur tersebut dari
Indonesia namun Pihak Pertanian Fiji membantah bahwa jamur tersebut sudah ada
di Fiji sejak tahun 1970an. Fiji tetap berkeinginan untuk melanjutkan kerjasama
di bidang pertanian dan menyatakan keinginannya untuk membeli alat dan mesin
seperti kapal keruk dan traktor tangan dari Indonesia.
C.7. Indonesia – Papua New Guinea
Di bidang kerjasama teknik, PNG selama ini telah memanfaatkan dan
mengikuti secara aktif program-program "Kerjasama Teknik antara Negara
Berkembang (KTNB)" Indonesia. Program-program KTNB yang diikuti adalah di
bidang pertanian, perindustrian, perdagangan, pembangunan desa, pekerjaan umum
dan koperasi. Pemerintah PNG menghargai bantuan yang telah diberikan Pemerintah
Indonesia di bidang ini. Untuk mengembangkan sumberdaya manusia di masa
yang akan datang, Pemerintah PNG juga mengharapkan agar latihan yang diberikan
selama ini terus dapat dilanjutkan terutama di bidang pertanian.
Pada dasarnya kerjasama bilateral di
bidang pertanian antara Indonesia - Papua New Guinea belum dilakukan
secara optimal. Dasar hubungan
bilateral RI-PNG mengacu pada Basic
Arrangement yang
ditandatangani oleh kedua negara pada tahun 1990. Pertemuan bilateral I RI-PNG
dilaksanakan pada tanggal 12-13 Februari 2001, di Jayapura, Irian Jaya, sebagai Review Basic Arrangement yang mengatur tentang masalah-masalah
di perbatasan kedua negara tahun 1990, yang telah diperpanjang selama 1 (satu)
tahun. Pada pertemuan tersebut telah
dihasilkan kesepakatan-kesepakatan untuk perubahan/usul-usul kedua negara
antara lain tentang pengaturan masalah-masalah pabean dan karantina.
Pada tanggal 16 Nopember s/d 2
Desember 1996 telah berkunjung ke Indonesia rombongan Mahasiswa dari Higlands Agricultural College, Mt. Hagen,
Papua New Guinea yang berjumlah 50 orang. Kunjungan tersebut dilaksanakan
dalam rangka mempelajari dari dekat tentang perkembangan pertanian di
Indonesia, khususnya bidang peternakan, perikanan, manajemen pelayanan
penyuluhan, strategi pemasaran dan fasilitas-fasilitas pinjaman keuangan dalam
menunjang pengembangan pertanian.
Pada tanggal 8
s/d 18 Juli 1996 telah berkunjung rombongan dari PNG yang terdiri dari petani
dan asosiasi kelapa sawit. Maksud kunjungan adalah dalam rangka : (a)
Menambah pengetahuan/pengalaman para petani/ pejabat terkait tentang
kemajuan-kemajuan di bidang "Processing
dan Marketing" kelapa sawit di
Indonesia, (b) Mengadakan pertemuan dengan para petani, tenaga ahli maupun para
peneliti di pusat-pusat penelitian kelapa sawit, (c) Mengadakan kunjungan
ke lapangan (petani kelapa sawit) yang telah sukses mengembangkan perkebunan
kelapa sawit, (d) Mengadakan tukar menukar informasi/pengalaman dengan sesama
petani kelapa sawit di Indonesia. (e) Mengunjungi instansi terkait lainnya yang
mempunyai kontribusi penting di dalam mengembangan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia.
Dalam rangka melakukan studi banding
teknik pengembangan tanaman padi, Tim Studi Banding PNG meninjau dan belajar
tentang sistim tanaman/ pertanian padi di Jayapura dan sekitarnya, pada tanggal
11-12 Maret 2000 telah berkunjung rombongan dari Gulf Province salah satu propinsi di PNG. Rombongan terdiri dari para
pejabat Pemerintahan, Ketua Kelompok Pertanian serta wakil dari para petani
setempat. Pelaksanaan kunjungan dimaksud diatur dan dikoordinir
oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Irian Jaya.
Hasil pertemuan Sidang I Komisi Bersama RI – PNG di Port
Moresby 4 – 6 Juni 2003 disepakati untuk membentuk Working Group Agriculture, Quarantine, Marine and Fisheries. Departemen Pertanian diharapkan
menjadi Focal Point untuk Working Group tersebut. Sebagai anggota Working
Group Dep. Kelautan dan Perikanan telah Menindaklanjuti kesepaktan pada Sidang
I Komisi Bersama melalui pertemuan berskala internasional guna membahas masalah
pulau-pulau kecil di perbatasan. Pada saat ini sedang dipelajari
kemungkinan pembuatan Kepres yang berkaitan dengan pulau-pulau kecil
terluar. Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta Ditjen Perikanan
Tangkap diusulkan untuk ikut berperan dalam hal ini.
Pada tanggal 28 – 30 Oktober 2003 telah dilaksanakan Sidang
Perundingan Joint Border Committee (JBC) RI – PNG ke-22 di Madang, Papua New
Guinea. Hasil dari sidang tersebut yang berkaitan dengan bidang pertanian
adalah :
a.
Kedua belah pihak sepakat akan mebuka Pos Lintas Batas, apabila
dimungkinkan akan dibuka pada bulan Juni 2004. Hal ini didukung pihak PNG
karena waktu pembukaan pos perbatasan pada bulan Juni 2004 bersamaan dengan
waktu pelaksanaan Launching Cross-Border Vehicle Movements Arrangements.
b.
Telah ditandatangani MoU on Collaborative Plant and Animal
Health and Quarantine Activities between PNG and Indonesia.
Pengiriman tenaga ahli pertanian Indonesia, melalui kerjasama
Tripartite Indonesia – PNG – Jepang, pada tanggal 27 Oktober 2003 – 24 Januari
2004 telah dikirimkan expert dari Indonesia dibidang Rice Cultivation untuk kegiatanPromotion of
Smallholder Rice Production Development, dan telah dilaksanakan dengan baik, dan
untuk saat ini telah dilakukan perpanjangan selama 1 tahun.
Dibidang pertukaran informasi,
memenuhi permintaan pihak East Britain
Provincial Administartion (ENBPA), PNG Indonesia
telah menyampaikan informasi tentang processing kelapa sawit di Indonesia,
sebagai berikut :
Historical Statistics (development,
production, export, Indonesian consumption):
a.
Structure of the Industry
b.
Location of the Industry
c.
Intended Expansion
d.
Soils (most suitable)
e.
Planting Material
f.
Climate (rainfall, sunlight/solar radiation)
most suitable
g.
Transport Infrastructure
h.
Social Infrastructure (schools, hospitals,
community centers)
i.
Production Models (eg. Nucleus
Estate/Settlers)
j.
Incentive to Develop.
k.
What is meant by "plasma/tree crop transmigration
program"
Pada tanggal 1 – 9 Maret 2004 telah diadakan kunjungan 4 (empat)
orang pejabat Deptan PNG dengan dikoordinir oleh JICA yang akan
mempelajari bidang Rice Farmers, Group and Activities dalam rangka kerjasama teknik dengan Pemerintah Jepang
(JICA).
Pada tanggal 24 – 26 Juni 2004 telah dilaksanakan Informal
Bilateral Meeting RI – PNG di Jayapura. DELRI dipimpin oleh Kepala Badan
Karantina. Agenda yang dibahas adalah (1) Agribusiness and Trade Consultation dan (2)Sanitary and Phytosanitary Consultation.
Pada tanggal 6 – 13 Desember 2004 telah berkunjung 2 (dua)
orang pejabat Deptan PNG dan 2 (dua) orang petani PNG dan JICA bertindak
sebagai fasilitator bermaksud untuk mempelajari Rice Farmers, Group and Activitiesterutama untuk dataran tinggi.
C.8. Indonesia - Vanuatu
Pada tanggal 19 – 21 Februari 2001 Dubes RI telah mengadakan
kunjungan pamitan kepada sejumlah pejabat tinggi yang disertai juga oleh
Delegasi Deptan dan 6 pengusaha. Pada kesempatan tersebut dibahas
mengenai kemungkinan impor ternak dan daging sapi dari Vanuatu serta tindak
lanjut kemungkinan impor ternak dan daging sapi dari Vanuatu serta tindak
lanjut kemungkinan ekspor barang produksi Indonesia ke Vanuatu. Kerjasama
bilateral RI – Vanuatu di bidang peternakan, pada tanggal 19 Februari 2001 di
Vanuatu telah ditandatangani kesepakatan bilateral dalam bentuk Record of Discussion antara Ditjen BP Peternakan dengan
Ditjen Kementrian Pertanian, Karantina, Kehutanan dan Perikanan Republik
Vanuatu.
Ekspor ternak sapi Vanuatu ke Indonesia telah berjalan 1
kali sebanyak 1750 ekor pada tahun 2002, dan pada tahun 2003 tidak ada impor.
Hal ini tidak terealisir karena hal-hal sebagai berikut:
a.
Ternak sapi bibit bakalan tidak tersedia dalam jumlah yang cukup
banyak untuk dikirim ke Indonesia secara kontinyu.
b. Pelabuhan untuk keperluan tersebut
tidak memenuhi persyaratan antara lain jaraknya terlalu jauh
c. Kerjasama antar negara tadinya
dimaksudkan untuk pendekatan politis yaitu melalui bisnis dengan feedlotter
atau peternak sapi bakalan.
Pada tanggal 9 Maret 2004 Menteri Luar negeri Vanuatu H.E Moana
Jacques Carcasses Kalosil dan rombongan (H.E Kalo Toara Daniel – Member of
Parliament, Mr. Kalfau G. Kaloris - Director of the Department of Foreign
Affairs, Mr. Nato Taiwia) serta didampingi Kepala Bidang Politik KBRI di
Canberra mengadakan kunjungan kehormatan kepada Menteri Pertanian RI.
Hal-hal penting yang dibicarakan adalah:
- Perlunya
peningkatan kerjasama antara kedua negara khususnya di bidang pertanian,
mengingat kerjasama kedua negara mempunyai dampak politis terutama
terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Kerjasama
yang telah dirintis untuk komoditi peternakan perlu dilanjutkan kembali.
- Bapak
menteri Pertanian berkeinginan untuk berkunjung ke Vanuatu bersamaan
dengan rencana kunjungan kerja ke Fiji yaitu dalam rangka menyerahkan
secara resmi bantuan Pemerintah Indonesia sekaligus pembukaan pelatihan
bidang pertanian.
Pada tanggal 29 April – 1 Mei 2004 Menteri Pertanian RI telah
mengadakan kunjungan ke Vanuatu (dalam satu rangkaian kunjungan ke
Fiji). Misi utama Delegasi RI adalah meningkatkan kerjasama
bilateral bidang pertanian sekaligus merupakan salah satu upaya mendukung
kepentingan nasional dalam rangka mencegah potensi disintegrasi Irian
Jaya/Papua dari wilayah NKRI oleh kelompok separatis yang cenderung menjadikan
Vanuatu sebagai basis operasinya di Pasifik. Disamping itu juga untuk
memantau sejauh mana tekanan-tekanan partai oposisi untuk mempengaruhi
perkembangan politik para pimpinan Pemerintah Vanuatu terhadap masalah Papua
dan langkah kerjasama bilateral di berbagai bidang yang berpotensi untuk
meningkatkan hubungan bilateral kedua negara. Beberapa hal lain yang
dibicarakan pada kunjungan tersebut mencakup penjajakan untuk kerjasama di
bidang perdagangan, pertanian, perikanan, perhubungan, koperasi dan
pariwisata.
Pada kesempatan tersebut pemerintah Vanuatu telah
menyampaikan ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan sebesar-besarnya
kepada Pemerintah RI atas sumbangan sebesar US$40.000,- sebagai tanda simpati
atas musibah badai Ivy yang melanda Vanuatu pada akhir Februari 2004.
Mengingat badai tersebut juga telah merusak sekitar 40% lahan pertanian
penduduk Vanuatu, untuk meringankan beban petani Vanuatu, Mentan RI telah pula
menyampaikan ‘pledge’ kepada Pemerintah Vanuatu untuk memberikan bantuan berupa
5 perangkat hand tractors. Bantuan 5 buah hand tractor sudah disediakan
oleh Ditjen Bina Sarana Pertanian, namun berdasarkan saran dari Dep. Luar
Negeri bantuan ditunda dahulu, karena kondisi politik di Vanuatu masih belum
memungkinkan.
Rangkuman kerjasama bilateral sampai dengan 2005 untuk 19
negara di kawasan Amerika, Afrika, dan Pasifik secara rinci pada Tabel 3
berikut.
Kerjasama RI – Arab Saudi
Kunjungan Delegasi Bank Pertanian Saudi
cabang Jeddah / 7-11 Pebruari 2005
Maksud daripada kunjungan tersebut adalah
untuk menggali potensi kerjasama bilateral antara kedua negara di bidang
peternakan, perkebunan dan perikanan serta juga melihat kemungkinan melakukan
investasi di indonesia.
Pada tanggal 7 Pebruari 2005 kunjungan
lapangan dilakukan ke peternakan skala menengah yaitu layer farm (peternakan
ayam ras petelur) dan broiler farm (peternakan ayam ras pedaging) di Kabupaten
Bogor.
Pada hari berikutnya delegasi berkesempatan
mengunjungi perkebunan dan pabrik teh di Gunung Mas milik PT. Perkebunan
Nusantara VIII untuk meninjau proses produksi teh dari pemetikan hingga
pengepakan dan dilanjutkan kunjungan ke Taman Bunga Nusantara. Pada kunjungan
ini delegasi bermaksud untuk mengadaptasi pola perkebunan rumah kaca yang
dikelola untuk berbagai jenis tanaman terutama untuk jenis tanaman yang hidup
didaerah tropis.
Pada hari terakhir kunjungan, dengan
berkoordinasi dengan DKP, delegasi melakukan kunjungan ke Usaha Pembudidayaan
Ikan Hias dan Usaha Pembudidayaan Ikan Lele di Parung, Jawa Barat. Setelah itu
delegasi melanjutkan kunjungan ke Industri Kapal Ikan, PT. Prima Maritim
Nusantara Nusantara di Gunung Putri, Jawa Barat. Pada kesempatan ini delegasi
berminat dengan teknologi pembuatan kapal yang diterapkan yang dapat
menghasilkan tiga kapal dalam satu hari dan berminat pula untuk melakukan
pembelian beberapa unit kapal.
Dari hasil kunjungan ini delegasi merangkum
semua informasi yang telah diperoleh mengenai keinginan untuk mengimport atau
melakukan invetasi dalam bentuk laporan dan menyampaikan ke Lembaga Pemerintah
terkait untuk dapat ditindak lanjuti dan direalisasikan ke dalam suatu
kerjasama bilateral dua negara.
Kerjasama RI – Qatar, Kuwait dan Arab
Saudi
Kunjungan kerja Menteri Pertanian RI ke
Qatar, Kuwait dan Saudi Arabia / 21-28 Mei 2005
Menteri Pertanian RI telah melakukan
kunjungan kerja ke Qatar (21-22 Mei 2005), Kuwait (23-24 Mei 2005) dan Saudi Arabia
(24-28 Mei 2005). Selain didampingi oleh beberapa pejabat dari lingkup
Departemen Pertanian dan Departemen Luar Negeri, juga mengikutsertakan para
pelaku usaha agribisnis diberbagai bidang. Dalam berbagai acara yang diadakan,
Menteri Pertanian didampingi oleh Duta Besar RI dan Konsul Jenderal RI di
masing-masing negara tersebut.
Kunjungan kerja tersebut membawa misi
Pemerintah untuk peningkatan kerjasama dengan negara-negara di kawasan
Timur-Tengah. Secara khusus tujuan kunjungan kerja tersebut sebagai langkah
pendekatan secara langsung dalam rangka peningkatan hubungan kerjasama ekonomi
dan teknis melalui sektor pertanian, yang selama ini belum banyak dilakukan.
Bentuk kerjasama yang dipromosikan meliputi investasi atau usaha patungan
terutama di Indonesia melalui kerangka kerjasama antar pihak swasta,
peningkatan akses pasar komoditi pertanian Indonesia, serta membuka berbagai
sumber pembiayaan untuk mendukung pembangunan infrastruktur pertanian Indonesia
terutama melalui jalur pemerintah dan pembiayaan untuk mendukung kegiatan
pelaku usaha agribisnis.
Dalam kunjungan kerja ke tiga negara
tersebut, dilakukan pertemuan dengan Menteri yang membidangi pertanian,
berbagai lembaga keuangan pemerintah maupun internasional, Forum Temu Bisnis
yang difasilitasi pihak swasta dan KADIN. Disamping itu berlangsung pula
pertemuan dengan masyarakat Indonesia di masing-masing KBRI, peninjauan pameran
Internasional Riyadh-Food 2005 dan meninjau ke obyek pertanian di Qatar, Kuwait
dan Saudi Arabia.
Dalam menjalankan tugas kunjungan kerja ini,
Menteri Pertanian membawa pesan khusus Presiden RI yang ditujukan kepada Kepala
Negara/Pemerintahan Qatar, Kuwait dan saudi Arabia yang berisikan dukungan dan
perlunya peningkatan kerjasama disektor pertanian yang menjadi andalan
pembangunan perekonomian di Indonesia. Khusus kepada Perdana Menteri Kuwait,
Presiden RI mengharapkan dapat berkunjung ke Indonesia pada kesempatan
rangkaian lawatannya ke Asia dalam waktu
dekat.
Kerjasama Indonesia – Belanda
Working Group on Agriculture ke-10
Indonesia – Belanda, 16 Juni 2005
Merupakan tindak lanjut dari pertemuan ke-9
di Belanda. Pada pertemuan kali ini Indonesia kembali mengusulkan kembali 4
bentuk kerjasama yang berpeluang untuk memperoleh bantuan dari Pemerintah Belanda,
yaitu : Support to the Merauke’s Rice Seed Institute; Request for Dutch Support
to the center for Alleviation of Poverty through Secondary Crops/CAPSA;
Improving the Control of Golden Potato Cyst Nematoda; Development of
Horticultural Organic Farming.
Dalam kerangka kerjasama antar swasta melalui
Program for Cooperation with Emerging Market (PSOM), pihak Belanda mengharapkan
pelaku agribisnis Indonesia untuk lebih aktif dalam mencari partner bisnisnya
di Belanda.
Berkaitan dengan masalah import bibit kentang
dari Belanda, pihak Belanda memahami penjelasan Indonesia mengenai aturandan
syarat impor bibit kentang ke Indonesia yang harus pula mengikuti peraturan
perkarantinaan yang berlaku.
Menindaklanjuti proyek PBSI (Programme
Bilateral Sammenwerken Indonesia)yang bertujuan untuk pengembangan capacity
building penanganan masalah-masalah perdagangan internasional/WTO, pihak
Belanda menyetujui untuk kelanjutan proyek tersebut dan mengharapkan Departemen
Pertanian dan Departemen Perdagangan dapat membuat dan memformulasikan proposal
baru untuk kegiatan tersebut.
Kerjasama RI – Belanda – Malaysia
Trilateral Meeting ke-3,
Indonesia-Malaysia-Belanda / 15-17 Juni 2005
Pertemuan Trilateral Indonesia, Malaysia dan
Belanda yang dibentuk tahun 2003 bertujuan untuk meningkatkan akses pasar
produk-produk pertanian Indonesia dan Malaysia ke pasar Uni Eropa dengan
bantuan Belanda termasuk bantuan teknis mengenai food safety.
Dalam tahap pertama, cakupan kerjasama
trilateral tersebut disepakati untuk tiga komoditi yaitu Palm Oil, shrimps,
sayuran dan buah tropis yang pada pertemuan ini dibentuk kedalan Working Group
untuk masing-masing komoditi.
WG on Palm Oil
Usulan kerjasama yang dibahas dan memperoleh
respon positif dari pihak Belanda adalah 4 proyek yaitu Study on Possible of
Minerals Oil in Crude Palm oil in Malaysia; Establishment of MRLs for Pesticide
Residues in Crude Palm Oil; Workshop on Food Safety Guidelines at Province
Level; RSPO Satelite Office.
WG on Tropical Fruits and Vegetables
Pada pertemuan tersebut dilaporkan mengenai
pengalaman yang diperoleh dari pertemuan Fruit Logistica, February 2005 tentang
akses pasar untuk buah tropis dan sayuran bagi pasar Belanda dan Uni Eropa.
Disampaikan pula tentang beberapa trend dan permintaan pasar bagi produk
hortikultura di pasar Belanda dan Uni Eropa seperti permintaan kontak langsung,
focus pada kekhasan produk, hubungan dan komunikasi langsung, promosi dan
pendidikan orientasi konsumen.
WG on Shrimp
Pertemuan melaporkan kemajuan pelaksanaan
proyek dan menyampaikan rencana kerja bidang shrimp termasuk Safe and
Sustainable Shrimp Farming at Farm Level; Mangrove Rehabilitation; Shrimp
Farming in Aceh Policy and
Practice.
Kerjasama RI – Mesir
Joint Commission Meeting ke-4,
Indonesia – Mesir / 18-19 Juni 2005
Sidang yang berlangsung di Cairo menghasilkan
beberapa kesepakatan yang dituangkan kedalam Agreed Minutes yang ditandatangani
oleh masing-masing Ketua delegasi. Pada Sidang ini delegasi Indonesia dipimpin
oleh Menteri Perdagangan RI dan delegasi Mesir dipimpin oleh Menteri Kerjasama
Internasional Mesir.
Bidang yang kerjasama yang disepakati pada
Agreed Minutes tersebut adalah :
- Hubungan perdagangan
- Teknik dan ekonomi
- Industri
- Investasi
- Pariwisata
- Transportasi
- Bank Sentral
- Komunikasi, teknologi dan Informasi
- IPTEK
- Budaya, Pendidikan, Pemuda dan olah raga
- Kesehatan
- Pertanian
Khusus di bidang pertanian kedua negara
menegaskan kembali pentingnya realisasi usulan kerjasama yang pernah
disampaikan sebelumnya, dimana pihak Mesir mengusulkan i) peningkatan kerjasama
bidang pertanian; ii) pertukaran ilmu; iii) pengembangan kerjasama dibidang
produksi pertanian dan peternakan di daerah Toshka; iv) joint venture
revitalisasi pabrik gula di Indonesia, produksi dan industri pupuk, palm oil
refinery berikut produknya; v) eksportasi produk sampingan industri gula.
Sedangkan dari pihak Indonesia juga menggaris bawahi pentingnya merealisasikan
sejumlah usulan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya antara lain : peningkatan
kerjasama dibidang agribisnis pertanian, kerjasama pembangunan irigasi
pertanian, pengembangan produk hortikultura, pengembangan industri pupuk, joint
venture dibidang pergulaan, CPO dan perkapasan. Kedua pihak sepakat
melaksanakan kerjasama disektor peternakan yang ditandai dengan
ditandatanganinya MoU on Veterinary Services and Quarantine Cooperation oleh
Dirjen ASPASAF Departemen Luar Negeri sebagai Ketua Delri pada tingkat SOM) dan
Dirjen Peternakan Mesir.
Untuk kerjasama teknik disepakati akan
diadakan pertukaran tenaga ahli; program pelatihan; teknologi dan trainees di
bidang pertanian.
Kerjasama RI – dengan Negara Timteng
Pertemuan Informal Menteri Pertanian RI
dengan Duta Besar Kawasan Timur Tengah / 29 Juli 2005
Pertemuan yang berlangsung di Perkebunan Teh
milik PT. Perkebunan Nusantara VIII di hadiri perwakilan dari 12 negara Timur
Tengah dan sejumlah pejabat dari berbagai instansi Pemerintah seperti Dep.
Perdagangan, Dep. Keuangan, Dep. Luar Negeri, Dep. Kehutanan, Dep. Kelautan dan
Perikanan, Bappenas, BKPM, Meneg BUMN, Perbankan dan beberapa pengusaha
swasta.
Pertemuan tersebut juga dimaksudkan untuk
mempromosikan potensi industri teh yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara VIII
yang pada bulan Mei juga turut sebagai delegasi pada kunjungan kerja Menteri
Pertanian ke Timur Tengah.
Kerjasama RI - Yaman
Sidang ke-1 Komisi Bersama
Indonesia – Yaman,
Yogyakarta 8-10 Agustus 2005
Pada Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi (Senior
Official Meeting-SOM) antara kedua negara, dilaksanakan pada tanggal 8-9
Agustus 2005. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik
dan Afrika, Dep. Luar Negeri RI dan Delegasi Yaman dipimpin oleh Wakil Menteri
Kerjasama Internasional, Kementrian Perencanaan dan Kerjasama Internasional
Republik Yaman. Delegasi dari Departemen Pertanian diwakili oleh Sekretaris
Jenderal Dep. Pertanian dan Kepala Bagian Bilateral, Biro KLN.
Di Pertemuan Tingkat SOM tersebut dibahas
isu-isu untuk mempromosikan hubungan bilateral di bidang ekonomi antara lain Perdagangan;
Investasi; Industri; Perminyakan; Bank Sentral dan Kelautan dan Perikanan.
Sedangkan untuk bidang sosial, kebudayaan dan
IPTEK antara lain : Komunikasi; Pendidikan; Agama; Tenaga Kerja; Budaya dan
Pariwisata; Transportasi Udara; Transportasi Darat; Transportasi Laut;
Karsipan; Lingkungan Hidup; Pemberdayaan Perempuan dan Pelatihan Kejuruan.
Dalam Sidang Komisi Bersama ke-1 Tingkat
Menteri yang berlangsung pada tanggal 10 Agustus 2005, Delegasi Indonesia
dipimpin oleh Menteri Luar Negeri RI dan Delegasi Yaman dipimpin oleh Menteri
Luar Negeri Yaman.
Pada pertemuan tersebut di tandatangani enam
nota kesepakatan yaitu di bidang Kesehatan; Kerjasama mengenai HAM; Kerjasama
Promosi Perdagangan antara BPEN dengan YESC (Yemen Export Supreme Council);
Kerjasama di Bidang Pertanian; Kerjasama Zona Bebas (Free Zone) antara Otorita
Batam dengan Aden Free Zone serta kerjasama antar Kantor Berita (ANTARA-SABA).
Memorandum of Understanding on Agricultural
Cooperation antara Indonesia dan Yaman ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal
Dep. Pertanian RI dan Deputy Minister for International Cooperation, Ministry
of Planning and International Cooperation. Kerjasama ini mencakup bidang
Hortikultura, Tanaman Pangan, Peternakan, Agribisnis, Agro-industry dan lainnya.
Kerjasama RI – PNG. Melalui kerjasama Tripartite Indonesia – PNG – Jepang, pada tanggal 27 Oktober 2003 – 24 Januari 2004 telah dikirimkan expert dari Indonesia Ir. Jajat Ruchyat expert dibidang Rice Cultivation untukkegiatan Promotion of Smallholder Rice Production Development, dan telah dilaksanakan dengan baik, dan untuk saat ini telah disetujui untuk perpanjangan masa tugas expert tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar