Assalamua’laikum wr.wb
wahai akhwan dan ukhti yg sedang membaca tulisan ini ~ :D
Di antara para pahlawan Nasional, terdapat sederet
nama-nama wanita dari berbagai daerah dan beragam cara berjuangnya. Kalau Cut
Nyak Dien dan Keumalahayati berjuang dengan mengangkat senjata tanpa mendirikan
sekolah, sementara Dewi Sartika berjuang dengan mendirikan sekolah tanpa
mengangkat senjata. Tapi selain mereka, lihatlah Rahmah El Yunusiyah, yang
berjuang dengan mendirikan sekolah sekaligus mengangkat senjata. Dan ia
pertaruhkan seluruh jiwa raganya demi agama.
Jilbabnya yang panjang nan lebar melebihi dada selalu dikenakannya, memperlihatkan didikan dan penanaman agama yang sangat kuat pada dirinya.
“Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan
tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan
dituntut dari diri saya”, kata Rahmah El Yunusiyah suatu hari bertekad.
Ia merasa gelisah ketika melihat perempuan di daerahnya
belum mendapatkan pendidikan yang sama seperti yang didapatkan laki-laki,
utamanya pendidikan agama. Padahal Islam sendiri tidak pernah membatasi perempuan
untuk menuntut ilmu. Ia gelisah, karena kaumnya masih terjerat dengan kebodohan
dan ia ingin mengeluarkan kaumnya dari jerat kebodohan melalui pendidikan.
Rahmah sadar benar bahwa hanya dengan pendidikan lah, ia bisa memajukan kaumnya
dan bisa mengeluarkan kaumnya dari ketertinggalan.
1. Pelopor Pendidikan
Perempuan
Rahmah El Yunusiyah lahir pada tanggal 1 Rajab 1318
Hijriyah atau 20 Desember 1900. Bukit Surungan, Padang Panjang menjadi saksi
bahwa dari sanalah calon Mujahidah lahir dan tumbuh. Anak bungsu dari lima
bersaudara ini terlahir dari seorang Ayah yang bekerja sebagai Hakim dan ahli
Ilmu Falak (astronomi) bernama Muhammad Yunus bin Imanuddin dengan seorang ibu
bernama Rafi’ah.
Rahmah kecil telah mendapat pendidikan formal sekolah dasar
selama tiga tahun di kota kelahirannya, Padang Panjang. Saat ia berusia 15
tahun, pendidikan bahasa Arab dan Latin ia dapatkan dari Diniyah School (1915)
dan dari kedua kakaknya, Zaenuddin Labay dan Muhammad Rasyid. Setiap sore,
Rahmah remaja rutin mengaji pada Haji Abdul Karim Amrullah yang merupakan ayah
dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA di surau Jembatan Besi, Padang
Panjang.
Saat berumur 23 tahun, Rahmah nampak sempurna dan begitu
istimewa untuk ukuran perempuan seusianya. Keinginan besarnya untuk memajukan
keilmuan kaumnya dan mengeluarkan kaumnya dari kebodohan begitu bergelora.
Karena bagi Rahmah sendiri, perempuan memiliki peran yang penting dalam
kehidupan, utamanya dalam rumah tangga. Karena rumah tangga adalah bagian dari
tiang masyarakat dan masyarakat adalah tiang negara. Tentulah ia tidak mau,
kaumnya yang mempunyai peran penting dalam tiang negara dan pendidikan
anak-anaknya tertinggal dari laki-laki.
Akhirnya pada tanggal 01 November 1923, Rahmah dengan
dukungan dari kakaknya, Zaenuddin Labay dan teman-teman perempuannya di PMDS
(Persatuan Murid-murid Diniyyah School) memutuskan untuk mendirikan sekolah
khusus Perempuan yang dinamai Diniyah School Putri atau Madrasah Diniyah li
al-Banat yang bertempat di Masjid Pasar Usang.
Saat itu, muridnya masih berjumlah 71 orang dan terdiri
dari ibu-ibu muda, termasuk putri dari Teungku Panglima Polim dan Hajjah
Rangkayo Rasuna Said. Pelajaran yang ajarkan yaitu ilmu agama dan tata bahasa
Arab, namun belakangan sekolah ini menerapkan pendidikan modern dengan
menggabungkan pendidikan agama, pendidikan sekuler dan pendidikan keterampilan.
“Diniyah School Puteri ini selalu akan mengikhtiarkan
penerangan agama dan meluaskan kemajuannya kepada perempuan-perempuan yang
selama ini susah mendapatkan penerangan agama Islam dengan secukupnya daripada
kaum Lelaki…, Inilah yang menyebabkan terjauhnya penerangan perempuan Islam
daripada penerangan agamanya sehingga menjadikan kaum perempuan itu rendam
karam ke dalam kejahilan”, kata Rahmah.
Tiga tahun kemudian, gempa hebat mengguncang Sumatera Barat
pada tahun 1926, bangunan sekolah dan asrama yang baru ia rintis luluh lantak,
meski begitu Rahmah tidak menangis, Rahmah langsung bangkit kembali. Dengan
susah payah, ia membangun kembali sekolahnya dengan batangan bambu dua lantai
berukuran 12×7 m2 dan menghimpun kembali para muridnya.
Namun, rupanya hal itu tidak cukup, bersama pamannya ia
menjelajahi Aceh, Sumatera Utara hingga menyebrangi selat malaka untuk mencari
bantuan dana ke Malaysia. Ternyata usahanya tidak sia-sia, Rahmah berhasil
mengumpulkan dana yang cukup besar, yaitu sekitar 1569 gulden.
Kiprahnya dalam memajukan pendidikan bagi perempuan, tidak hanya membangun Diniyyah Putri School, tapi Rahmah juga mempelopori sekolah khusus perempuan.
Kiprahnya dalam memajukan pendidikan bagi perempuan, tidak hanya membangun Diniyyah Putri School, tapi Rahmah juga mempelopori sekolah khusus perempuan.
Pada tahun 1955, Rektor Universitas Al Azhar Kairo, Syaikh
Abdurrahman Taj berkunjung ke Diniyyah Putri School, ia tertarik dengan sistem
pembelajaran khusus yang ada di sekolah tersebut. Dari sana, ia menimba
pengalaman dari sekolah yang didirikan oleh Rahmah. Tidak lama setelah
kunjungan tersebut, kampus Islam tertua di dunia itu membuka pendidikan khusus
Perempuan yang bernama kulliyyât al-banât. Waktu itu memang, Al Azhar belum
memiliki sekolah pendidikan khusus perempuan.
Dari rektor Al Azhar ini pula, pada tahun 1957, Rahmah
mendapat gelar Syaikhah, gelar istimewa yang diberikan hanya untuk orang-orang
yang ahli dalam bidang tertentu dan menguasai khazanah ilmu-ilmu keislaman.
Gelar tersebut setara dengan gelar Syaikh Mahmoud Shaltout, yang merupakan
mantan Rektor Al Azhar.
2. Menolak Kesetaraan
Gender
Pada saat Rahmah masih hidup, gelombang dan wacana tentang
emansipasi dan kesetaraan gender di Barat masih terus berlanjut. Meski demikian
hal ini tidak mempengaruhi sikap dan pemikirannya, ia tetap pada fitrahnya
sebagai perempuan. Cicit atau keturunan keempat Rahmah, Fauziah Fauzan El
Muhammady pun mengakui hal ini.
“Apa pandangan Bunda Rahmah terhadap emansipasi wanita?
Mengacu pada surat an-Nahl ayat 97 bahwa barangsiapa mengerjakan kebajikan,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik. Jadi bunda Rahmah menganggap tidak ada
lagi emansipasi wanita karena Islam sudah memberikan porsi”, kata Fauziah
Fauzan, pemimpin Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang.
Meski menentang pembatasan mencari ilmu bagi perempuan,
namun Rahmah tidak serta merta menjadi seorang Feminis, hal ini terlihat saat
Rahmah mengikuti kongres Kaum Perempuan di Batavia pada tahun 1935, ia mewakili
kaum ibu Sumatera Tengah.
Dalam kongres tersebut ia memperjuangkan pemakaian busana perempuan Indonesia
yang hendaknya memakai kerudung. Selain itu, dalam kongres tersebut, ia juga
berusaha memberikan ciri khas budaya Islam ke dalam kebudayaan Indonesia.
3. Mujahidah Sejati
Jati dirinya sebagai mujahidah sejati, tetap ia buktikan
saat menentang pemerintah Jepang yang kala itu masih menjajah Indonesia, ia dan
temannya mendirikan organisasi sosial politik seperti ADI (Anggota Daerah Ibu)
Sumatera Tengah, tujuannya untuk menentang pengerahan kaum perempuan Indonesia
terutama di Sumatera Tengah sebagai jugun ianfu (perempuan penghibur) tentara
Jepang.
Kelompok ini menuntut pemerintah Jepang agar menutup rumah
kuning (istilah untuk prostitusi waktu itu) karena tidak sesuai dengan
kebudayaan dan agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia. Ternyata tuntutan itu
berhasil. Perempuan Indonesia tidak lagi menjadi budak pemuas nafsu seks
tentara Jepang. Sebagai gantinya, Jepang mendatangkan perempuan-perempuan dari
Singapura dan Korea.
Begitu pun saat masa pemerintahan Soekarno, Rahmah berani
dan rela dikucilkan Soekarno, karena menentang kedekatan antara presiden
Indonesia pertama ini dengan Komunis. Meski dicap sebagai pemberontak oleh
pemerintah pusat saat itu karena bergabung dengan PRRI/PERMESTA, namun Rahmah tidak
perduli dan menerima kebencian Soekarno pada dirinya dengan lapang dada.
Tidak cukup berhenti sampai di situ, pada tanggal 12
Oktober 1945, Rahmah mempelopori berdirinya TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang
anggotanya berasal dari Gyu Gun Ko En Kai atau Laskar Rakyat. Dapur asrama dan
harta miliknya direlakan untuk pembinaan TKR yang rata-rata masih muda usia. Ia
tidak hanya terkait dengan BKR, TKR, TRI (kemudian berubah jadi TNI), tetapi
juga mengayomi barisan pejuang yang dibentuk organisasi Islam seperti laskar
Sabilillah, laskar Hizbullah dan lain-lain. Karena sifatnya yang mengayomi,
pemuda-pemuda pejuang kemerdekaan menyebutnya sebagai Bundo Kanduang dari
barisan perjuangan.
Pada tahun 1952-1954, Rahmah menjadi anggota Dewan Pimpinan
Pusat Masyumi di Jakarta dan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara untuk
periode tahun 1955-1958.
Rahmah menghembuskan nafas terakhirnya pada malam Idul
Adha, tanggal 26 Februari 1969. Setidaknya ia telah memberikan kita, kaum
perempuan, banyak pelajaran, bahwa menjadi pejuang, menjadi seorang Mujahidah,
tidak perlu sampai mengorbankan kewajiban kita sebagai Ibu dan Wanita. Cukuplah
Khadijah, Aisyah, Khansa dan Rahmah El Yunusiyah sebagai contoh kita bahwa
betapa mulianya tugas kita di hadapan-Nya.
Referensi :
Beberapa bahan diambil dari Keterangan langsung Fauziah Fauzan saat mengisi
Seminar Kepahlawanan tanggal 10 November 2012 di Universitas Negeri Jakarta.
Dialog Rahmah diambil dari buku Jajat Burhanuddin, Tentang Perempuan Islam : Wacana dan Gerakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.
Ahmad Rifa’I, Pahlawan Muslimah tanpa Penghargaan,
Dialog Rahmah diambil dari buku Jajat Burhanuddin, Tentang Perempuan Islam : Wacana dan Gerakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.
Ahmad Rifa’I, Pahlawan Muslimah tanpa Penghargaan,
Sumber:
http://ranahbundo.blogspot.com/
Abdullah Ubaid Matraji, Rahmah El Yunusiyah Pendiri Diniyyah Putri Padang Panjang, http://buyamasoedabidin.blogspot.com/2008/08/rahmah-el-yunusiah-pendiri-diniyah.html
Unknown, http://anaksaleh.com/dunia-islam/70-tokoh-islam-dunia/346-syaikhah-rahmah-el-yunusiah
Abdullah Ubaid Matraji, Rahmah El Yunusiyah Pendiri Diniyyah Putri Padang Panjang, http://buyamasoedabidin.blogspot.com/2008/08/rahmah-el-yunusiah-pendiri-diniyah.html
Unknown, http://anaksaleh.com/dunia-islam/70-tokoh-islam-dunia/346-syaikhah-rahmah-el-yunusiah
cukup sekian cerita ini :)
Assalamu'alaikum wr.wb :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar