Segala sesuatu selalu dapat dibuat lebih baik, lebih cepat, lebih maju, lebih tinggi, dan lebih hebat. Stay hungry stay foolish. Jangan pernah berhenti untuk belajar. Pastikan hari ini lebih baik dari hari kemarin. Dan Hari esok lebih baik dari hari ini -Agriani-

Selasa, Agustus 07, 2018

[Review] Khadijah, Novel karya : Sibel Eraslan

Ulasan dan Photo : Nurhashifah Agriani


Judul               : Khadijah - Ketika Rahasia Mim Tersingkap
Resensator       : Rama Zonalia
Pengarang       : Sibel Eraslan
Penerjemah      : Ahmad Saefudin                 
Penerbit           : Kaysa Media
Edisi Penerbit  : Februari 2013
Tebal               : 387 halaman + xxxi

Novel ini menjelaskan biografi dari Khadijah binti Khuwaylid yang merupakan istri pertama Rasulullah Muhammad saw. Berbicara tentang biografi, didalam otak kita langsung terbayang mengenai sejarah. Jadi, novel ini menceritakan tentang Khadijah mulai saat beliau bayi hingga beliau menemui ajal.  Novel ini diawali oleh kisah ibunda Hajar istri dari nabi Ibrahim yang berjuang di teriknya matahari di tengah - tengah bukit padang pasir (sekarang dikenal dengan bukit safa dan marwah) untuk memenuhi ujian dari Allah swt. Ingatlah kembali kisah nabi Ismail dan air zam - zam maka kita akan mengingat kembali keikhlasan dari seorang perempuan muda dalam menjalani ujian dari Allah Swt. Setelah nabi Ismail dewasa, beliau bersama dengan ayahnya nabi ibrahim membangun Kakbah. Dan tiba saatnya beberapa tahun setelah itu, datanglah pasukan gajah yang ingin menghancurkan kakbah namun tidak berhasil karena kuasa Allah swt.

Setelah itu kisah dari ibunda hajar berlanjut ke kisah Khadijah binti Khuwaylid yang merupakan wanita terpandang di kota Mekkah. Sibel Eraslan sangatlah kuat dan baik dalam mendeskripsikan karakter dari bunda Khadijah sehingga pembaca paham betul dengan tentang hal tersebut. Novel ini banyak sekali mengandung puisi, kalimat, syair yang indah dari sang penulis dalam mendeskripsikan Khadijah. Mungkin yang tidak terlalu suka dengan novel bergaya sastra lama akan sulit memahami kalimat - kalimat dalam novel ini. Selain menceritakan tokoh Khadijah, orang - orang terdekat Khadijah pun diceritakan dalam novel ini termasuk Nabi Muhammad saw, Abu Thalib, Abu jahal, Ali bin Abu Thalib, Waraqah, Berenis, Dujayah, Zainab, Fatimah, dan disebutkan pula semua nama anak - anak dari bunda Khadijah. 

Ringkasan Singkat :

Yang pertama kali lahir, yang mula terbangun, yang awal melakukan perjalanan adalah kata - kata yang selalu diucapkan orang - orang kepadanya. Khuwaylid bin Asad dan Fatimah binti Zaidah juga tak henti - hentinya mengucapkan kata - kata tersebut untuk meluapkan rasa gembira saat membelai bayinya yang baru saja lahir "Khadijah".

Mereka berasal dari keluarga Hasyim yang tersambung dengan garis keturunan Qusay bin Kilab, Luay bin Galib sebuah keluarga yang sangat terkenal di Mekah dengan jiwa kesatria dan dermawan. Saat Mekkah dalam kondisi terpuruk, Qusay dan keturunannya berbondong - bondong memberikan bantuan kepada masyarakat sehingga mereka tak lagi kelaparan, sejak inilah nama keluarga ini selalu dikenang dan selalu dipanjatkan dalam setiap doa oleh masyarakat.

Seorang yang bangun di awal waktu, sosok yang cekatan. Demikianlah khadijah, dari sang ibunda ia mewarisi jiwa kelembutan, terutama suka bederma kepada tamu. Lewat sang ayah, turun kepandaian berkuda, berhitung, dan aritmatika. Lebih dari itu ia juga mahir dalam kemampuan bertahan dalam terik dan badai padang pasir, keahlian untuk tetap bertahan sehingga dapat sampai tujuan, inilah kesabaran Khadijah.

Padang pasir merupakan medn kekalahan bagi siapa saja yang tidak sabar dalam mengarunginya. Siapa saja yang tidak ramah tindak - tanduknya, padang sahara tak akan membiarkan seorang pun hidup diatasnya. Sabar dan berpuisi adalah dua warisan yang paling berharga dari mendiang ayahnya. Khuwaylid bin Asad adalah sosok yang tidak akan mungkin mudah menyerah terhadap aturan rimba padang pasir. Sabar bukan hanya sebatas bertahan terhadap segala rintangan tetapi juga tidak berbuat dzolim meski mampu melakukannya.

Keempat saudara wanita Khadija yaitu Hala, Asma, Hindun, dan Rukayah serta ketiga saudara laki - lakinya bernama Naufal, Awam, dan Hizam juga tumbuh menjadi dewasa dalam keadaan yang sama sebagai anak - anak yang berpengetahuan dan berjiwa mulia.

Kepergian Khuwaylid dan keluarganya ke Yaman terjadi sekitar dua tahun setelah peristiwa "serangan pasukan Gajah". Sebelumnya, baik bagi seluruh kaum Mekah maupun Khadijah, Yaman selalu tampak mengerikan terkait dengan peristiwa serangan itu. Yaman adalah negara bagian Habsyah di bawah kepemimpinan Raja Nejasi Ashame. Jarak yang cukup jauh antara Yaman dan Habsyah dimanfaatkan oleh Abrahah, seorang wali yang serakah. Dirinya yang merasa memiliki kekuatan dalam berpolitik mulai tidak  pernah lagi mendengarkan nasihat perdana menteri atau perintah dari negara pusatnya, imperium habasyah. 

Sejak itulah Abrahah melai mengincar Mekkah yang merupakan kota persimpangan jalur perdagangan. Untuk menggaet para saudagar dan peziarah yang selama ini pergi ke Mekah sebagai pusat perdagangan dan Kakbah sebagai pusat peribadahan, Abrahah membangun sebuah tempat ibadah megah  yang diberi nama Qullays yang terletak di pusat kota sana'a. Naas harapannya tak pernah tercapai. Oleh karena itu ia bersumpah untuk menghancurkan Mekah dan Bait Al Atik.

Ayahanda Khadijah, Khuwaylid dan sahabat dekatnya Abdul Muthalib merasa sangat khawatir dengan keadaan yang akan terjadi, apalagi para penduduk Mekkah sama sekali tidak tahu menau tentang penyerangan yang akan terjadi. Oleh karena itu strategi mulai dibentuk, Abdul Muthalin lebih memilih tetap tinggal dirumah Khuwaylid sementara anak - anak dan para wanita dibawa kepegunungan yang terletak di barat kota Mekah dengan dipimpin oleh Khadijah. Saat itu Abdul Mutholib berkata "kita jangan berperang melawan pasukan ini. Disamping kekuatan yang tidak cukup
disana ada Baitul Atik, Kabbah yaitu rumahnya Allah, hanya Allah sendiri yang akan menjaga rumahNya, tanah haram ini.

Pernikahan pertamanya terjadi saat dirinya masih berusia muda. Ia menikah dengan Abu Hala bin Zurara, saudagar bangsawan Mekkah yang terkenal berakhlak mulia. Pernikahan ini menciptakan rumah tangga yang bahagia. Lahir pula dua anak yang bernama Hala dn Hindun. Khadijah yang telah mendapati kemuliaan jiwa sebagai seorang ibu tidak pernah mengizinkan anaknya ditiupkan kepada pembantu yang menjadi adat  di masa itu. Ia mengasuh dan mendidik sendiri sedua putranya. Hatinya selalu berdesir saat memikirkan anak - anaknya apalagi saat suaminya menderita sakit sekembalinya dari syam. Sang ibunda pun semakin pedih memikirkan nasib kedua anaknya. Kepada siapakah mereka akan diamanahkan apabila terjadi sesuatu. Dan terjadilah apa yang dikhawatirkannya. Takdir telah menitahkannya terjadi. Saudagar bangsawan itu pergi ke alam baka dan meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Suaminya berpesan anaknya tidak diasuh oleh orang lain dan perdagangan harus diteruskan oleh khadijah sendiri.

Selepas kepergian suaminya banyak sekali kepahitan hidup yang dirasakan oleh Khadijah. Sampai akhirnya menggerakkan hatinya mengenai kebutuhannya mencari pendamping hidup lagi. Mulailah ia kembali mengingat lamaran - lamaran yang pernah didengar melalui pelayan - pelayannya beberapa tahun yang lalu. Setalah bermusyawarah dengan keluarga dan kerabatnya ia kembali memutuskan kembali membina rumah tangga dengan bangsawan terkenal Atik bin Aziz. Meski pada dua tahun awal terbina keluarga yang bahagia dan bahkan dikaruniai seorang putri Atik adalah tipe laki - laki Mekkah yang keras.Tak lama akhirnya pernikahan ini kandas karena ketidak sanggupan Khadijah terhadap suaminya. 

Perdagangan makin sulit, Khadijah lagi - lagi kuwalahan hingga akhirnya ia ingin kembali membina rumah tangga. Desas desus tentang Mim telah terdengar sampai ke telinga Khadijah. 

“Demikian pula saat menantikan kedatangan seorang pemuda yang melakukan perjalanan dagang dari tempat yang sangat jauh. Ia menuliskan huruf “mim” di udara. Seolah-olah garis-garis di udara tampak seperti sebuah rerimbunan pulau yang menghijau. Bagai mentari atau bintang-bintang di angkasa; seperti rahasia yang kemudian menggambarkan mata kekasihnya”

Hingga akhirnya Khadijah meminta bantuan Muhammad dalam urusan perdagangan, dan Muhammad pun berhasil membantu Khadijah dengan hasil yang sangat - sangat memuaskan. Sebagai hadiah untuk Muhammad atas keberhasilannya, Khadijah ingin memberikan hadiah berupa pengabdian seumur hidup, tentu saja hadiah ini dikemas dengan diksi yang benar-benar tak terbaca oleh siapapun, Khadijah hanya memberikan "isyarat" sebagai bentuk terimakasih. Tapi siapa sangka Muhammad memahami hal ini. Dan akhirnya Khadijah pun bersanding dengan kekasih sejatinya, hingga maut memisahkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar